Sabtu, 17 November 2012

SYEIKH ABUYA DIMYATI

KH Muhammad Dimyati atau dikenal dengan Abuya Dimyati adalah sosok yang kharismatis. Beliau dikenal sebagai pengamal tarekat Syadziliyah dan melahirkan banyak santri berkelas. Mbah Dim begitu orang memangilnya. Nama lengkapnya
Muhammad Dimyati bin Syaikh Muhammad  Amin. Dikenal sebagai ulama yang sangat kharismatik. Muridnya ribuan dan tersebar hingga mancanegara.
Abuya dimyati orang Jakarta biasa menyapa, dikenal sebagai sosok yang sederhana dan tidak kenal menyerah. Hampir seluruh kehidupannya didedikasikan untuk ilmu dan dakwah.
Menelusuri kehidupan ulama Banten ini seperti melihat warna-warni dunia sufistik. Perjalanan spiritualnya dengan beberapa guru sufi seperti Kiai Dalhar Watucongol. Perjuangannya yang patut diteladani. Bagi masyarakat Pandeglang Provinsi Banten Mbah Dim sosok sesepuh yang sulit tergantikan. Lahir sekitar tahun 1919 dikenal pribadi bersahaja  dan penganut tarekat yang disegani.
Abuya Dimyati juga kesohor sebagai guru pesantren dan penganjur ajaran Ahlusunah Wal Jama’ah. Pondoknya  di Cidahu, Pandeglang, Banten tidak pernah sepi dari para tamu maupun pencari ilmu. Bahkan menjadi tempat rujukan santri, pejabat hingga kiai. Semasa hidupnya, Abuya Dimyati dikenal sebagai gurunya dari para guru dan kiainya dari para kiai. Masyarakat Banten menjuluki beliau juga sebagai pakunya daerah Banten. Abuya Dimyati dikenal sosok ulama yang mumpuni. Bukan saja mengajarkan ilmu syari’ah tetapi juga menjalankan kehidupan dengan pendekatan tasawuf. Abuya dikenalsebagai penganut  tarekat Naqsabandiyyah Qodiriyyah.
Tidak salah kalau sampai sekarang telah mempunyai ribuan murid. Mereka tersebar di seluruh penjuru tanah air bahkan luar negeri. Sewaktu masih hidup , pesantrennya tidak pernah sepi dari  kegiatan mengaji. Bahkan Mbah Dim mempunyai majelis khusus yang namanya Majelis Seng. Hal ini diambil Dijuluki seperti ini karena tiap dinding dari tempat pengajian sebagian besar terbuat dari seng. Di tempat ini pula Abuya Dimyati menerima tamu-tamu penting seperti pejabat pemerintah maupun para petinggi negeri. Majelis Seng inilah yang kemudian dipakainya untuk pengajian sehari-hari semenjak kebakaran hingga sampai wafatnya.
Lahir dari pasangan H.Amin dan Hj. Ruqayah sejak kecil memang sudah menampakan kecerdasannya dan keshalihannya. Beliau belajar dari satu pesantren ke pesantren seperti Pesantren Cadasari, Kadupeseng Pandeglang. Kemudian ke pesantren di Plamunan hingga Pleret Cirebon.
Abuya berguru pada ulama-ulama sepuh di tanah Jawa. Di antaranya Abuya Abdul Chalim, Abuya Muqri Abdul Chamid, Mama Achmad Bakri (Mama Sempur), Mbah Dalhar Watucongol, Mbah Nawawi Jejeran Jogja, Mbah Khozin Bendo Pare, Mbah Baidlowi Lasem, Mbah Rukyat Kaliwungu dan masih banyak lagi. Kesemua guru-guru beliau bermuara pada Syech Nawawi al Bantani. Kata Abuya, para kiai sepuh tersebut adalah memiliki kriteria kekhilafahan atau mursyid sempurna, setelah Abuya berguru, tak lama kemudian para kiai sepuh wafat.
Ketika mondok di Watucongol, Abuya sudah diminta untuk mengajar oleh Mbah Dalhar. Satu kisah unik ketika Abuya datang pertama ke Watucongol, Mbah Dalhar memberi kabar kepada santri-santri besok akan datang ‘kitab banyak’. Dan hal ini terbukti mulai saat masih mondok di Watucongol sampai di tempat beliau mondok lainya, hingga sampai Abuya menetap, beliau banyak mengajar dan mengorek kitab-kitab. Di pondok Bendo, Pare, Abuya lebih di kenal dengan sebutan ‘Mbah Dim Banten’. Karena, kewira’i annya di setiap pesantren yang disinggahinya selalu ada peningkatan santri mengaji.


Read more: http://www.sarkub.com/2012/abuya-dimyati/#ixzz2CXcCU0Xq
Follow us: @T_sarkubiyah on Twitter | 140014749377806 on Facebook

files/user/422/syeikh01.jpg
KH Muhammad Dimyati atau dikenal dengan Abuya Dimyati adalah sosok yang kharismatis. Beliau dikenal sebagai pengamal tarekat Syadziliyah dan melahirkan banyak santri berkelas. Mbah Dim begitu orang memangilnya. Nama lengkapnya adalah Muhammad Dimyati bin Syaikh Muhammad Amin. Dikenal sebagai ulama yang sangat kharismatik. Muridnya ribuan dan tersebar hingga mancanegara.
Abuya dimyati orang Jakarta biasa menyapa, dikenal sebagai sosok yang sederhana dan tidak kenal menyerah. Hampir seluruh kehidupannya didedikasikan untuk ilmu dan dakwah.

Menelusuri kehidupan ulama Banten ini seperti melihat warna-warni dunia sufistik. Perjalanan spiritualnya dengan beberapa guru sufi seperti Kiai Dalhar Watucongol. Perjuangannya yang patut diteladani. Bagi masyarakat Pandeglang Provinsi Banten Mbah Dim sosok sesepuh yang sulit tergantikan. Lahir sekitar tahun 1925 dikenal pribadi bersahaja dan penganut tarekat yang disegani.


Abuya Dimyati juga kesohor sebagai guru pesantren dan penganjur ajaran Ahlusunah Wal Jama’ah. Pondoknya di Cidahu, Pandeglang, Banten tidak pernah sepi dari para tamu maupun pencari ilmu. Bahkan menjadi tempat rujukan santri, pejabat hingga kiai. Semasa hidupnya, Abuya Dimyati dikenal sebagai gurunya dari para guru dan kiainya dari para kiai. Masyarakat Banten menjuluki beliau juga sebagai pakunya daerah Banten. Abuya Dimyati dikenal sosok ulama yang mumpuni. Bukan saja mengajarkan ilmu syari’ah tetapi juga menjalankan kehidupan dengan pendekatan tasawuf. Abuya dikenalsebagai penganut tarekat Naqsabandiyyah Qodiriyyah.

Tidak salah kalau sampai sekarang telah mempunyai ribuan murid. Mereka tersebar di seluruh penjuru tanah air bahkan luar negeri. Sewaktu masih hidup , pesantrennya tidak pernah sepi dari kegiatan mengaji. Bahkan Mbah Dim mempunyai majelis khusus yang namanya Majelis Seng. Hal ini diambil Dijuluki seperti ini karena tiap dinding dari tempat pengajian sebagian besar terbuat dari seng. Di tempat ini pula Abuya Dimyati menerima tamu-tamu penting seperti pejabat pemerintah maupun para petinggi negeri. Majelis Seng inilah yang kemudian dipakainya untuk pengajian sehari-hari semenjak kebakaran hingga sampai wafatnya.

Abuya berguru pada ulama-ulama sepuh di tanah Jawa. Di antaranya Abuya Abdul Chalim, Abuya Muqri Abdul Chamid, Mama Achmad Bakri (Mama Sempur), Mbah Dalhar Watucongol, Mbah Nawawi Jejeran Jogja, Mbah Khozin Bendo Pare, Mbah Baidlowi Lasem, Mbah Rukyat Kaliwungu dan masih banyak lagi. Kesemua guru-guru beliau bermuara pada Syech Nawawi al Bantani. Kata Abuya, para kiai sepuh tersebut adalah memiliki kriteria kekhilafahan atau mursyid sempurna, setelah Abuya berguru, tak lama kemudian para kiah sepuh wafat.

Ketika mondok di Watucongol, Abuya sudah diminta untuk mengajar oleh Mbah Dalhar. Satu kisah unik ketika Abuya datang pertama ke Watucongol, Mbah Dalhar memberi kabar kepada santri-santri besok akan datang ‘kitab banyak’. Dan hal ini terbukti mulai saat masih mondok di Watucongol sampai di tempat beliau mondok lainya, hingga sampai Abuya menetap, beliau banyak mengajar dan mengorek kitab-kitab. Di pondok Bendo, Pare, Abuya lebih di kenal dengan sebutan ‘Mbah Dim Banten’. Karena, kewira’i annya di setiap pesantren yang disinggahinya selalu ada peningkatan santri mengaji.

Alam Spritual
Dibanding dengan ulama kebanyakan, Abuya Dimyati ini menempuh jalan spiritual yang unik. Dalam setiap perjalanan menuntut ilmu dari pesantren yang satu ke pesantren yang lain selalu dengan kegiatan Abuya mengaji dan mengajar. Hal inipun diterapkan kepada para santri. Dikenal sebagai ulama yang komplet karena tidak hanya mampu mengajar kitab tetapi juga dalam ilmu seni kaligrafi atau khat. Dalam seni kaligrafi ini, Abuya mengajarkan semua jenis kaligrafi seperti khufi, tsulust, diwani, diwani jally, naskhy dan lain sebagainya. Selain itu juga sangat mahir dalam ilmu membaca al Quran.

Bagi Abuya hidup adalah ibadah. Tidak salah kalau KH Dimyati Kaliwungu, Kendal Jawa Tengah pernah berucap bahwa belum pernah seorang kiai yang ibadahnya luar biasa. Menurutnya selama berada di kaliwungu tidak pernah menyia-nyiakan waktu. Sejak pukul 6 pagi usdah mengajar hingga jam 11.30. setelah istirahat sejenak selepas Dzuhur langsung mengajar lagi hingga Ashar. Selesai sholat ashar mengajar lagi hingga Maghrib. Kemudian wirid hingga Isya. Sehabis itu mengaji lagi hingga pukul: 24 malam. Setelah itu melakukan qiyamul lail hingga subuh.

Di sisi lain ada sebuah kisah menarik. Ketika bermaksud mengaji di KH Baidlowi, Lasem. Ketika bertemu dengannya, Abuya malah disuruh pulang. Namun Abuya justru semakin mengebu-gebu untuk menuntut ilmu. Sampai akhirnya kiai Khasrtimatik itu menjawab, “Saya tidak punya ilmu apa-apa.” Sampai pada satu kesempatan, Abuya Dimyati memohon diwarisi thariqah. KH Baidlowio pun menjawab,” Mbah Dim, dzikir itu sudah termaktub dalam kitab, begitu pula dengan selawat, silahkan memuat sendiri saja, saya tidak bisa apa-apa, karena tarekat itu adalah sebuah wadzifah yang terdiri dari dzikir dan selawat.” Jawaban tersebut justru membuat Abuya Dimyati penasaran. Untuk kesekian kalinya dirinya memohon kepada KH Baidlowi. Pada akhirnya Kiai Baidlowi menyuruh Abuya untuk solat istikharah. Setelah melaksanakan solat tersebut sebanyak tiga kali, akhirnya Abuya mendatangi KH Baidlowi yang kemudian diijazahi Thariqat Asy Syadziliyah.

Dipenjara Dan Mbah Dalhar
Mah Dim dikenal seagai salah satu orang yang sangat teguh pendiriannya. Sampai-sampai karena keteguhannya ini pernah dipenjara pada zaman Orde Baru. Pada tahun 1977 Abuya sempat difitnah dan dimasukkan ke dalam penjara. Hal ini disebabkan Abuya sangat berbeda prinsip dengan pemerintah ketika terjadi pemilu tahun tersebut. Abuya dituduh menghasut dan anti pemerintah. Abuya pun dijatuhi vonis selama enam bulan. Namun empat bulan kemudian Abuya keluar dari penjara.

Ada beberapa kitab yang dikarang oleh Abuya Dimyati. Diantaranya adalah Minhajul Ishthifa. Kitab ini isinya menguraikan tentang hidzib nashr dan hidzib ikhfa. Dikarang pada bulan Rajab H 1379/ 1959 M. Kemudian kitab Aslul Qodr yang didalamya khususiyat sahabat saat perang Badr. Tercatat pula kitab Roshnul Qodr isinya menguraikan tentang hidzib Nasr. Rochbul Qoir I dan II yang juga sama isinya yaitu menguraikan tentang hidzib Nasr.

Selanjutnya kitab Bahjatul Qooalaid, Nadzam Tijanud Darori. Kemudian kitab tentang tarekat yang berjudul Al Hadiyyatul Jalaliyyah didalamnya membahas tentang tarekat Syadziliyyah. Ada cerita-cerita menarik seputar Abuya dan pertemuannya dengan para kiai besar. Disebutkan ketika bertemu dengen Kiai Dalhar Watucongol Abuya sempat kaget. Hal ini disebabkan selama 40 hari Abuya tidak pernah ditanya bahkan dipanggil oleh Kiai Dalhar. Tepat pada hari ke 40 Abuya dipanggil Mbah Dalhar. “Sampeyan mau jauh-jauh datang ke sini?” tanya kiai Dalhar. Ditanya begitu Abuya pun menjawab, “Saya mau mondok mbah.” Kemudian Kiai Dalhar pun berkata,” Perlu sampeyan ketahui, bahwa disini tidak ada ilmu, justru ilmu itu sudah ada pada diri sampeyan. Dari pada sampeyan mondok di sini buang-buang waktu, lebih baik sampeyan pulang lagi ke Banten, amalkan ilmu yang sudah ada dan syarahi kitab-kitab karangan mbah-mbahmu. Karena kitab tersebut masih perlu diperjelas dan sangat sulit dipahami oleh orang awam.”
Mendengar jawaban tersebut Abuya Dimyati menjawab, ”Tujuan saya ke sini adalah untuk mengaji, kok saya malah disuruh pulang lagi? Kalau saya disuruh mengarang kitab, kitab apa yang mampu saya karang?” Kemudian Kiai Dalhar memberi saran,”Baiklah, kalau sampeyan mau tetap di sini, saya mohon ajarkanlah ilmu sampeyan kepada santri-santri yang ada di sini dan sampeyan jangan punya teman.” Kemudian Kiai Dalhar memberi ijazah tareqat Syadziliyah kepada Abuya.


Namun, Kini, waliyullah itu telah pergi meninggalkan kita semua. Abuya Dimyati tak akan tergantikan lagi. Malam Jumat pahing, 3 Oktober 2003 M/07 Sya’ban 1424 H, sekitar pukul 03:00 wib umat Muslim, khususnya warga Nahdlatul Ulama telah kehilangan salah seorang ulamanya, KH. Muhammad Dimyati bin KH. Muhammad Amin Al-Bantani, di Cidahu, Cadasari, Pandeglang, Banten dalam usia 78 tahun.

Rabu, 10 Oktober 2012

Teks Wirid Dzikrul Ghafilin

ذكر الغافلين
للشيخ حميم جزولي كديري تحت كتابة الشيخ أحمد صديق جمبير
الى حضرة النبى المصطفى سيدنا ومولانا محمد صلى الله عليه وسلم………..
وثمّ الى حضرة سيد الشيخ عبد القادر الجيلانى …………….
وسيد الشيخ ابى حامد محمدن الغزالى ….
وسيد الشيخ الحبيب عبد الله بن علوى الحداد رضى الله عنهم…………
وثم الى حضرة الشيخ عبد الحامد بن عبدالله عمر فاسروان والشيخ احمد صديق جمبر والشيخ دلهار واتوجوعول كونوع فريع والشيخ عبد الحامد كاجوران ماكلاع والشيخ منظيرماعون سارى عانجوك والشيخ حميم جزولى (كوس ميك) غفرالله لنا ولهم الفاتحة
بسم الله  الرحمن الرحيم، الحمد لله رب العالمين، الرحمن الحيم، مالك يوم الدين، اياك نعبد واياك نستعين، اهدنا الصراط المستقيم، صراط الذين انعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولاالضالين، امين  x100
دعاء فاتحة
بسم الله الرحمن الرحيم. الحمد لله رب العالمين ،حمدايوافى نعمه ويكافى مزيده ، اللهم صل على سيدنا محمد وعلى اهل بيته وسلم ،اللهم انى اساءلك بحق الفاتحة المعظمة والسبع المثانى ان تفتح لنا بكل خير وان تتفضل علينا بكل خير وان تجعلنا من اهل الخير وان تعاملنا معاملتك لاهل الخير وان تحفظنا فى ادياننا وانفسنا واولادنا واهلنا واصحابنا واحبابنا من كل محنة وفتنة وبؤس وضير انك ولي كل خير ومتفضل بكل خير ومعط لكل خير يا ارحم الراحمين، وصلى الله على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم.
اية الكرسى
بسم الله الرحمن الرحيم، الله لااله الاهو الحي القيوم ، لاتاءخذه سنة ولا نوم، له مافى السموات ومافى الرض ، من ذا الذى يشفع عنده الابإذنه يعلم ما بين ايديهم وما خلفهم ولا يحيطون بشئ من علمه الا بما شاء وسع كرسيه السموات والارض ولايؤوده حفظهما وهو العلى العظيم. فالله خير حافظا وهو ارحم الراحمين.
الاسماء الحسنى
بسم الله الرحمن الرحيم، هو الله الذي لا إله إلا هو …..
الرحمن ، الرحيم ، الملك ، القدوس ، السلام ، المؤمن ، المهيمن ، العزيز ، الجبار ، المتكبر ، الخالق ، البارئ   ، المصور ، الغفار ، القهار ، الوهاب ، الرزاق ، الفتاح ، العليم ، القابض ، الباسط، الخافض، الرافع، المعز، المذل، السميع، البصير، الحكم، العدل، اللطيف، الخبير، الحليم، العظيم، الغفور، الشكور، العلى، الكبير، الحفيظ، المقيت، الحسيب، الجليل، الكريم، الرقيب، المجيب، الواسع، الحكيم، الودود، المجيد، الباعث، الشهيد، الحق، الوكيل، القوي، المتين، الولي، الحميد، المحصى، المبدئ، المعيد، المحي، المميت، الحي، القيوم، الواجد، الماجد، الواحد، الاحد، الصمد، القادر، المقتدر، المقدم، المؤخر، الاول، الاخر، الظاهر، الباطن، الوالى، المتعالى، البر، التواب، المنتقم، العفو، الرؤف، مالك الملك، ذوالجلال والاكرام، المقسط، الجامع، الغنى، المغنى، المانع، الضار، النافع، النور، الهادى، البديع، الباقى، الوارث، الرشيد، الصبور. الذى لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا احد، ليس كمثله شيئ وهو السميع البصير.
دعاء برسما
ربنا اتنا فى الدنيا حسنة وفى الاخرة حسنة وقنا عذاب النار      10x
التوسل بالفاتحة
الى حضرة جميع الانبياء والمرسلين واولى العزم من الرسل وجميع الملائكة المقربين عليهم الصلاة والسلام  لهم الفاتحة………….x3
صلوات المقربين
اللهم صل على سيدنا جبريل وسيدنا ميكائيل وسيدنا اسرافيل وسيدنا عزرائيل وحملة العرش وعلى الملائكة المقربين وعلى جميع الانبياء والمرسلين  صلوات الله وسلامه عليهم اجمعين ولهم الفاتحة     x3
(1) ثمّ الى حضرة شفيعنا سيد السادات سيدنا المحبوب محمد صلى الله عليه وسلم وازواجه واولاده وذرياته واله واصحابه وخصوصا اهل البدر من المهاجرين والانصار رضى الله عنهم اجمعين وجميع اتباعه والشهداء والعلماء والاولياء والصالحين والمصنفين والمؤلفين وجدودنا وجداتنا وابائنا وامهاتنا ومن له حقوق علينا غفرالله لنا ولهم الفاتحة ………x3
(2) ثم الى حضرة بحر الشفاعة سيدنا المحبوب محمد صلى الله عليه وسلم خاصة ن الفاتحة….
استغفروا ربكم انه كان غفار انه هوالغفورالرحيم
استغفرالله العظيم…………..100x
(3) ثمّ الى حضرة سلطان الاولياء الاول سيد شباب اهل الجنة سبط خير البرية   ابى محمد سيدنا الحسن بن علي بن ابى طالب   واخيه الشهيد سيدنا الحسين ووالديهما سيدنا علي بن ابى طالب  وسيدتنا فاطمة الزهراء البتول رضى الله عنهم لهم الفاتحة..
(4) وثمّ الى حضرة سيد الشيخ محي الدين ابى محمد سلطان الاولياء الشيخ عبد القادر الجيلانى بن ابى صالح موسى جنكادوست، وسيد الشيخ محمد بهاء الدين النقشبندى، وسيد الشيخ ابى حامد محمدن الغزالى، واخيه الصغير  وسيد الشيخ احمد الغزالى، وسيد الشيخ ابى بكرن الشبلى، وسيد الشيخ القطب الغوث الحبيب عبدالله بن علوى الحداد رضى الله عنهم لهم الفاتحة…….
(5) وثمّ الى حضرة سيد الشيخ ابى يزيد طيفوربن عيسى البسطمى  وسيد الشيخ شمس الدين محمدن الحنفى وسيد الشيخ يوسف بن اسماعيل النبهانى  وسيد الشيخ جلال الدين السيوطى  وسيد الشيخ ابى زكريا يحي بن شرف النواوى  رضي الله عنهم لهم الفاتحة…………….
(6) وثمّ الى حضرة سيد الشيخ عبد الوهاب الشعرنى  وسيد الشيخ على نور الدين الشونى  وسيد الشيخ ابى العباس احمد بن على البونى  وسيد الشيخ ابراهيم بن ادهم  وسيد الشيخ ابراهيم الدسوقى  رضي الله عنهم لهم الفاتحة..
(7) وثمّ الى حضرة سيد الشيخ ابى العباس شهاب الدين احمد بن عمر الانصارى المرسى وسيد الشيخ ابى عبد الله محمد البوصيرى  وسيد الشيخ ابى الحسن البكرى وسيد الشيخ ابى عبدالله محمدبن اسماعيل البخارى وسيد الشيخ زين الدين بن عبد العزيزالمليبارى الفنانى  وسيد الشيخ تاج الدين بن عطاء الله السكندارى رضي الله عنهم لهم الفاتحة ……………………
(8) وثمّ الى حضرة الائمة الاربعة المجتهدين اصحاب المذاهب الاربعة وخصوصا سيد الشيخ الامام محمد بن ادريس الشافعى  وسيد الشيخ ابى حفص عمرالسهروردى  وسيد الشيخ ابى مدين المغربى  وسيد الشيخ محمد ابن مالك الاندالسى  وسيد الشيخ ابى عبدالله محمد بن سليمان الجزولى  وسيد الشيخ محي الدين بن العربي الحاتمى  وسيد الشيخ عمران بن حصين  رضي الله عنهم لهم الفا تحه ……………..
ان الله وملائكته يصلون على النبى ياايهاالذين امنوا صلوا عليه وسلموا تسليما
صلّى الله على محمد   x300
(9) وثمّ الى حضرة القطب الكبير سيد الشيخ عبد السلام بن مشيش  وسيد الشيخ ابى الحسن على بن عبدالله بن عبد الجبار الشاذلى  وسيد الشيخ ابى محفوظ معروف الكرخى  وسيد الشيخ ابى الحسن السرى السقطى  وسيد الشيخ ابى القاسم الجنيد البغدادى  وسيد الشيخ ابى العباس احمد البدوى  وسيد الشيخ احمد بن ابى الحسين الرفاعى وسيد الشيخ ابى عبدالله النعمان رضي الله عنهم لهم الفاتحة…………..x2
(10) وثمّ الى حضرة سيد الشيخ الامام الحسن بن ابى الحسن ابى سعيد البصرى  وسيدتى رابعة العدوية  وسيدتى العبيدة بنت ابى كلاب رضي الله عنهم لهم الفاتحة ………
(11) ثمّ الى حضرة سيد الشيخ ابى سليمان الدرانى  وسيد الشيخ ابى عبدالله الحارث بن اسد المحاسبى  وسيد الشيخ ابى الفيض ذى النون المصرى  وسيد الشيخ ابى زكريا يحي بن معاذ الرازى  وسيد الشيخ ابى صالح حمدون القصارالنيسابورى  وسيد الشيح الحسين بن منصور الحلاج  وسيد الشيخ جلال الدين الرومى  وسيد الشيخ ابى حفص عمربن الفارض الحموى المصرى  رضي الله عنهم لهم الفاتحة ………..x2
(12) وثمّ الى حضرات جميع الاخوان الذاكرين بذكرالغافلين والذاكرات والسامعين والسامعات والمستامعين والمستامعات الاحياء منهم والاموات والقارئين والقارئة والحافظين والحافظات ومن تعلم القران وعلمه نورالله قلوبنا وقلوبهم ظاهرا وباطنا  تغمدهم الله برحمة ومغفرة من الله ورضوان لهم الفاتحة…..x2
(13) وثمّ الى حضرة الاحياء والاموات من جميع الصالحين من الاولياء رجال الله العارفين والعلماء العاملين وجميع الاولياء فى جاوة ومدورة وبالاخص جميع سونن 2 ولى صاعا اجمعين وسائرالسادات الصوفية المحققين اينما كانوا من مشارق الارض الى مغاربها  ان الله يجمعنا واياهم ويهدينا بهدايتهم ويحمينا بحمايتهم ويمدنا بمددهم ويعيد علينا من براكتهم واسرارهم وانوارهم وعلومهم فى الدرين، والى حضرة النبي المصطفى محمد ن المجتبى صلى الله عليه وسلم على مانواالسلف الصالح وعلى ما نوا صاحب الذكرالغافلين لهم الفاتحة….x3
نويت ذكرا وتقربا الى الله وفداء من النار فاعلم انه……….
لااله الا الله  x100
محمد رسول الله صلى الله عليه وسلم
لامعبود الاالله    لامقصود الاالله
لامطلوب الاالله  لاموجود الاالله
مولاى صلّ وسلّم دائما ابدا – على حبيبك خيرالخلق كلهم
هوالحبيب الذى ترجى شفاعته – لكل هول من الاهوال مقتحم
يارب بالمصطفى بلّغ مقاصدنا – لا مقصود عندنا الا انت ربنا
واغفرلنا ما مضى يا واسع الكرم – من كثرة الذنوب فاغفرها يا منعم
رحمن يارحيم ارحمنا برحمتك – يا منعم انعمنا  دارين  بنعمتك
حسبنا الله نعم الوكيل نعم المولى – ونعم النصير سلمنا من ضلالة
لرسول الله صلى الله عليه وسلم الفاتحة
لصاحب البردة رضي الله عنه  الفاتحة
لصاحب الذكرالغافلين غفرالله لنا ولهم الفاتحة
لقضاء حاجاتنا وحاجاتكم من حوائج الدنيا والاخرة  الفاتحة
الدعاء
بسم الله الرحمن الرحيم، الحمد لله ربّ العالمين . حمدايّوافى نعمه ويكافى مزيده ياربّنا لك الحمد كما ينبغى لجلال وجهك الكريم وعظيم سلطانك . اللهم صلّ على سيدنا محمّدن الذى من خرق بمركبه البساط وعلى اله وصحبه وسلّم واجر لطفك الخفي فى امورى وفى امورالمسلمين ياربّ العالمين .بسم الله ربي الله حسبي الله توكّلت على الله واعتصمت بالله فوّضت امرى الى الله ما شاء الله لا قوّة بالله  اللهم صلّ على سيدنا محمّد صلاة تنجينا بها من جميع المحن والاحن والاهوال والبليّات وتسلّمنا بها من جميع الفتن والاسقام والافات والعاهات وتطهّرنا بها من جميع العيوب والسّيّئات وتغفرلنا بها جميع الذنوب وتمحوبها عنّا جميع الخطيئات وتقضى لنا بها جميع ما نطلبه من الحاجات وترفعنا بها عندك اعلى الدرجات وتبلّغنا بها اقصى الغايات من جميع الخيرات فى الحيات وبعد الممات وبارك وسلّم عليه وعلى اله واصحابه وازواجه وذرّيّاته واهل بيته ومن صلّى عليه عددما فى علمك وصلاة دائمة بدوام ملكك ربّنا سهّل امورنا وحصّل مقاصدنا وبلّغنا اليك يا الله يا رحمن يا رحيم  ربّنا اجمعنا جمعا مرحوما ( ربّنا اتنا فى الدنيا حسنة وّفى الاخرة حسنة وقنا عذاب النّار  x3 )  اللهم اقسم لنا من خشيتك ما تحول به بيننا وبين معصيتك ومن طاعتك ما تبلّغنا به جنّتك ومن اليقين ماتهّون به علينا مصائب الدنيا اللهم متّعنا باسماعنا وابصارنا وقوّتنا ما احييتنا واجعله الوارث منّا واجعل ثأرنا على من ظلمنا وانصرنا على من عادانا ولا تجعل مصيبتنا فى ديننا اللهم اجعل الدنيا تحت ايدينا ولا تجعلها فى قلوبنا ولا تجعل الدنيا اكبر همّنا ولا مبلغ علمنا ولا تسلّط علينا من لا يرحمنا اللهم انعشنا بالموتة الاولى والولادة الثانية واحينا بالحياة الباقية فى هذه الدنيا الفانية  اللهم صلّ وسلّم وبارك على سيدنا محمد الفاتح لما اغلق والخاتم لما سبق وناصرالحقّ بالحقّ والهادى الى صراطك المستقيم صلى الله عليه وعلى اله واصحابه حقّ قدره ومقداره العظيم سبحان ربّك ربّ العزّة عمّا يصفون وسلام على المرسلين  والحمد لله ربّ العالمين.

dikutip dari http://cahayaqurani.wordpress.com

Sabtu, 18 Agustus 2012

HABIB SHOLEH BIN MUHAMMAD MAULADAWILAH


Lahir : di Singosari Malang pada 1295 H [ Tahun 1807 M]
Wafat : Jum’at, 28 Ramadhan 1370 H [ Tahun 1950 M]
Di Makamkan di Pemakaman Umum Kasin, Malang
Pendidikan : Nyantri kepada Al Habib Muhammad bin Hadi Assegaf, di Kota Siwon, Hadramaut, Yaman, berguru pada Al Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi (Shohibul Maulid), dan kepada Al Habib Ahmad bin Hasan Al Attas.
Putra/Putri : 13 Orang
Perjuangan/Pengabdian : Perintis berdirinya Madrasah Attaraqqie, Mengajar di beberapa masjid, dan majelis taklim.

Ulama Waro’ yang Sederhana
Habib Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah dilahirkan di Singosari Malang pada tahun 1295 H atau bertepatan dengan tahun 1807 M. Beliau diasuh oleh kedua orang tuanya sampai menginjak usia remaja. Kemudian dibawa ayahnya ke Negeri Hadramaut, dan menetap di Kota Siwon untuk menuntut ilmu, supaya menjadi orang alim dalam bidang hukum Islam.
Di Hadramaut, beliau belajar kepada Al Habib Al Alim Al Alamah Muhammad bin Hadi Assegaf, yang terkenal sebagai mahaguru di Kota Siwon. Selain itu, juga berguru pada Al Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi (Shohibul Maulid) dan kepada Al Habib Ahmad bin Hasan Al Attas (Shohibul Khuroidho).
Berkat kecerdasan dan inayah dari Allah SWT, maka beliau berhasil dalam menuntut ilmu, seperti apa yang dicita-citakan ayahnya. Diantara teman-teman beliau yang seangkatan dalam menuntut ilmu itu adalah Asysyaich Abdurrahman bin Muhammad Baraja yang menjabat sebagai Qodhi di Kota Siwon.
Salah satu bukti yang menunjukkan kepadatan ilmunya, pada waktu di majelis ilmu Al Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf Gresik, ada seorang peserta majelis dari Malang menanyakan suatu masalah kepada Al Habib Abubakar. Setelah dijawab masalah tersebut, lalu Al Habib Abubakar berkata, bila ada masalah lagi, tidak perlu datang ke Gresik, cukup ditanyakan kepada seorang alim di Malang, yaitu Al Habib Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah.
Selama tinggal di Siwon, beliau menikah dengan cucu Al Habib Sholeh bin Hasan Al Bahar di Sabah. Sekembalinya ke Malang, beliau giat mengadakan pengajian-pengajian, termasuk di Kidul Pasar. Diantara santri beliau yang terkenal, Al Habib Ahmad bin Hadi Al Hamid, Pasuruan, KH Abdullah bin Yasin, Pasuruan, KH. Muhsin Blitar, Al Habib Ali bin Abdullah Mauladdawilah Talun Lor, H. Dahlan, Wetan Pasar, dan KH Ahmad Damanhuri Malang.
Habib Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah sangat memperhatikan bidang pendidikan, terutama pendidikan putra-putrinya. Bahkan sampai mendatangkan guru Asysyaich Ali Arrohbini untuk mengajar Qiro’atul Qur’an di rumahnya di Bareng Raya, serta mengirim beberapa putranya ke Hadramaut untuk menuntut ilmu di Siwon pada mantan gurunya, yakni Al Habhb Al Alim Al Alamah Muhammad bin Hadi Assegaf.
Diantara 13 putra-putrinya yang sekarang masih ada, yakni Habib Alwi bin Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah, yang kini berada di Jeddah, Habib M Bakir bin Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah di Malang, dan Ali bin Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah yang berada di Solo.
‘’Beliau merupakan salah satu perintis Madrasah Attaraqqie, dan sempat juga mendatangkan Al Ustadz Abdul Kadir bin Ahmad Bilfaqih dari Surabaya sekitar tahun 1940-an untuk mengajar, dan menjadi Kepala Madrasah Attaraqqie,’’ kata Ustadz Ahmad bin Salim Alaydrus, menantu Habib Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah, kala itu.
Amalan beliau sehari-hari yang menonjol adalah dzikrulloh. Diwaktu apapun saja, beliau selalu berdzikir kepada Allah SWT. ‘’Hendaknya lisanmu itu selalu basah karena gerak dengan berdzikir kepada Allah.’’
Selain itu, dalam hidupnya suka beramal, terutama pada fakir miskin, anak yatim, dan famili-familinya. ‘’Dalam hidupnya, beliau juga sangat sederhana dan berlaku waro’, dengan meninggalkan semua perkara yang syubhat (meragukan, red.), yang tidak jelas halalnya. Perbuatannya selalu dijaga benar-benar dan disesuaikan dengan hukum syariat Islam,’’ tutur Ustadz Ahmad, yang juga kakak kandung Ustadz Alwy bin Salim Alaydrus.
Ada beberapa kekeramatan Habib Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah, diantaranya sewaktu Gunung Kelud di Blitar meletus dan terjadi lahar. Waktu itu beliau sedang mengajar di sebuah masjid. Atas Rahmat dan takdir Allah SWT masjid tersebut tidak roboh dan tidak tersentuh aliran lahar dari Gunung Kelud. Demikian juga dengan jamaah pengajian yang berada di dalam masjid selamat. Padahal rumah-rumah di sekitar masjid roboh dan hanyut terkena aliran lahar. Bahkan sandal Habib Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah, yang semula hanyut terbawa lahar, setelah banjir lahar redah sandal tersebut kembali lagi ke depan pintu masjid.
Beliau wafat pada hari Jum’at, 28 Ramadhan 1370 H, bertepatan dengan tahun 1950 M dalam usia 75 tahun, dan dimakamkan di pemakaman umum Kasin, Malang. Setelah beberapa hari beliau dimakamkan, beberapa pemilik rumah yang ada di sekitar pemakaman Kasin sering melihat ada cahaya yang keluar dari salah satu makam di pemakaman tersebut. Setelah diselidiki, ternyata cahaya tersebut berasal dari makam Al Habib Sholeh bin Muhammad bin Ali Mauladdawilah. (*)

sumber: http://nukotamalang.or.id

Senin, 13 Agustus 2012

Bung Karno

1. NAMA KECIL IR. SOEKARNO
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya.Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama “Karna” menjadi “Karno” karena dalam bahasa Jawa huruf “a” berubah menjadi “o” sedangkan awalan “su” memiliki arti “baik”.
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Asal Usul Nama Achmed Soekarno
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, “Siapa nama kecil Soekarno?” karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa Denmark, bahasa Jerman, dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed di dapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.
2. KEHIDUPAN IR. SOEKARNO
Masa Kecil dan Remaja Soekarno
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS. di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian “Oetoesan Hindia” yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Keluarga Soekarno
3. KIPRAH POLITIK SOEKARNO
Masa Pergerakan Nasional
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Masa Penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk “mengamankan” keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus romusha.
Masa Perang Revolusi -
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Masa Kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai “kabinet seumur jagung” membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai “penyakit kepartaian”. Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat “bom waktu” yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).
Kejatuhan 
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan.[10] Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membuabarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS. Pidato tersebut berjudul “Nawaksara” dan dibacakan pada 22 Juni 1966. MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato “Pelengkap Nawaskara” pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.
4. SOEKARNO SAKIT HINGGA MENINGGAL
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional. Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik. Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi. Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.
Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut:
1. Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
2. Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
3. Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintah memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970. Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunya. Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara. Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.
5. PENINGGALAN PRESIDEN SOEKARNO
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan perangko “100 Tahun Bung Karno”.[8] Perangko yang diterbitkan merupakan empat buah perangko berlatarbelakang bendera Merah Putih serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia. Perangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920an terpampang di atasnya. Sementara itu, perangko yang ketiga memiliki nominal Rp. 900 serta menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Perangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp. 1000. Keempat perangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri. Selain perangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan perangko, album koleksi perangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.
Perangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Perangko tersebut menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro. Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Nama Soekarno pernah diabadikan sebagai nama sebuah gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana keperluan penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru, komplek olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.
Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ketiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie meresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan pemikiran Bung Karno, Nation and Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni maupun non-seni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan putra-putri Soekarno yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra dan Kartika Sari Dewi Soekarno. Di tahun 2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena Pekan Raya Jakarta.[8] Di stan tersebut ditampilkan video pidato Soekarno berjudul “Indonesia Menggugat” yang disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno menjadi presiden.[8] Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cinderamata Soekarno dijual di stan tersebut. Diantaranya adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi pidato Soekarno serta kartu pos Soekarno.
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan Soekarno. Soenuso mengaku merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang.[8] Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor. Benda-benda tersebut antara lain adalah sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam register emas JM London, emas putih dengan cap tapal kuda JM Mathey London serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan ejaan lama berupa deposito hibah. Selain itu terdapat pula uang UBCN (Brasil) dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan Bank Netherland.[8] Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas tersebut.
6. PENGHARGAAN PRESIDEN IR. SOEKARNO
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri. Perguruan tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara lain adalah Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Hasanuddin dan Institut Agama Islam Negeri Jakarta. Sementara itu, Columbia University (Amerika Serikat), Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Rusia) dan Al-Azhar University (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.
Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 104 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki. Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas. Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid. Acara penyerahan penghargaan tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan.

Sumber: http://duniabaca.com

KH. Muhammad Yahya, Gading, Malang

Kyai Haji Muhammad Yahya dilahirkan pada tahun 1903 M, di desa Jetis, 10 km arah barat kota Malang, perjalanan kearah kota Batu. Saat ini, desa jetis berada di wilayah kerja kecamatan Dau, kabupaten Malang dan berbatasan langsung dengan kelurahan Tlogomas yang sudah berada di wilayah kerja kecamatan Lowokwaru, Kotamadya Malang.
Meskipun lahir di daerah Malang, namun sebenarnya kiai Yahya memiliki darah keturunan Jawa Tengah, tepatnya daerah Juwana, kabupaten Pati. Karena ayahandanya, kiai Qoribun dan ibunda nyai Sarmi adalah penduduk asli Juwana. Dari perkawinan kiai Qoribun dan nyai Sarmi itulah kiai Yahya dilahirkan sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara. Dengan demikian beliau memiliki tiga kakak dan tiga adik. Kakak pertama dan kedua adalah perempuan, yaitu Ratun dan Tasmi, sedangkan kakak ketiganya adalah seorang laki-laki yang bernama Abdul Hamid. Ketiga adik beliau kesemuanya laki-laki, yaitu Subadar, Jayadi dan si bungsu Nasibun.
Sejak kecil kiai Yahya telah bersentuhan dengan ilmu agama melalui pendidikan keluarga dengan tradisi santri yang kental. Disamping itu, beliau juga mengikuti pendidikan dasar keagamaan yang diasuh oleh paman beliau sendiri, yaitu kiai Abdullah yang juga salah satu mursyid thoriqoh Kholidiyah. Di surau pesantren pamannya inilah kiai Yahya menghenal dasar-dasar aqidah, bimbingan ibadah dan doktrin etika agama atau ilmu akhlaq. Penguatan dasar agama dimasa kecil ini menjadikan beliau kuat dan kokoh dalam mempertahankan prinsip serta memperoleh kemudahan dalam mengembangkan ilmu dimasa berikutnya.
RIWAYAT PENDIDIKAN
Kiai Yahya termasuk pecinta ilmu. Hal ini terbukti dengan lamanya masa studi beliau dan banyaknya jumlah pesantren yang pernah ditempati untuk menuntut ilmu. Tidak kurang dari 6 pesantren telah beliau pondoki dalam waktu lebih dari 20 tahun. Masing-masing dari keenam pesantren tersebut, telah member maziah keilmuan tersendiri bagi kiai Yahya yang kelak beliau tunjukkan dalam kiprahnya di tengah masyarakat.
Seusai menjalani pendidikan dasar keagamaan di surau kiai Abdullah, kiai Yahya melanjutkan pendidikan di sebuah pesantren besar di Malang, yaitu pesantren Mbungkuk, Singosari. Tampaknya, tujuan beliau mondok di pesantren ini selain untuk mendalami ilmu alat, fiqih dan aqidah, juga mengharap barokah ilmu dan hikmah dari Al Allamah Almasyhur bi Waliyillah Syaikh Hajj Muhammad Thohir. Dipesantren ini kiai Yahya pertama kali mendapat ijazah amalan Thoriqoh Kholidiyah dari kiai Thohir. Selepas dari pesantren Mbungkuk, kiai Yahya memperdalam ilmu fiqih sekaligus ilmu tasawuf selama beberapa tahun kepada Al Allamah, kiai Abbas di daerah Cempaka, Blitar.
Merasa belum cukup, kiai Yahya mondok di pesantren Kuningan, Blitar dan kemudian dilanjutkan lagi di pondok Siwalan, Panji, Sidoarjo yang diasuh oleh KH Khozin. Dari Sidoarjo, kiai Yahya melanjukan kesebuah pesantren di Kediri, tepatnya desa Jampes, yang diasuh oleh KH Moh. Dahlan.
Di pondok Jampes inilah kesungguhan kiai Yahya dalam menuntut ilmu benar-benar teruji. Hal ini ditunjukkan dari ketekunan dalam mengikuti pengajian yang diberikan oleh kiai. Siang dan malam digunakan untuk mengaji dan membaca kitab,bahkan dalam keadaan sakit sekalipun. Pernah pada waktu pengajian kitab Ihya’ Ulumuddin, kiai Yahya dalam keadaan sakit. Namun, kiai Yahya tetap mengikuti pengajian sampai khatam walau dalam kondisi tidak sehat. Oleh karena itu, bisa dimaklumi bila ketinggalan pengajian ( ada kitab yang ‘bolong’ ), maka beliau pasti meminjam kitab pada teman santri lain, untuk mengganti ketertinggalan itu ( dikalangan pesantren dikenal dengan istilah nembel ). Salah seorang teman akrab kiai Yahya yang biasa dipinjami adalah kiai Asy’ari asal Wajak.
Kepada kiai Dahlan, kiai Yahya pernah meminta ijin untuk menambah aurad ( wiridan ) thoriqoh selain yang telah dilakukan selama ini. Namun kiai Dahlan tidak memberinya, bahkan menyatakan bahwa suatu saat nanti akan datang sendiri guru thoriqoh yang akan memberi ijazah kepada kiai Yahya.”mengko bakal teko dhewe guru thoriqoh nang awakmu”,titah kiai Dahlan waktu itu. Setelah hampir 30 tahun, ucapan kiai Dahlan itu terbukti. Yaitu dengan datangnya seorang ulama’ mursyid thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah, yakni syekh Zainal Makarim dari Solo yang kemudian membaiat kiai Yahya dengan ijazah thoriqoh. Pada saat itu pulalah, beliau dibai’at sebagai mursyid thoriqoh tersebut.
Kesungguhan kiai Yahya dalam menuntut ilmu dan kepatuhan pada guru, membuat kiai Dahlan memberikan pembinaan tersendiri, baik secara dzahir melalui penyampaian ilmu-ilmu kitab kuning, maupun secara batin melalui do’a dan barokah. Salah satu bentuk barokah do’a itu, kiai Yahya pernah diludahi mulut beliau oleh kiai Dahlan. Menurut keyakinan ulama’, barang siapa yang diludahi oleh kiai Dahlan, maka akan mendapatkan ilmu ladunni tujuh turunan.
Dan ketika kiai Dahlan wafat, kiai Yahya meneruskan pengembaraan ilmunya pada sebuah pesantren di Tulungagung yang diasuh oleh KH Asy’ari dan KH Abdul Fatah. Namun saat pondok Jampes diasuh oleh kiai Ihsan putra KH Dahlan, kiai Yahya kembali ke pesantren tersebut dan belajar disana selama tujuh tahun. Pada saat di pesantren Jampes untuk kedua kalinya ini, kiai Yahya mendapat tugas dari kiai Ihsan untuk ikut mengajar para santri. Karena keistiqomahan, kepemimpinan dan besarnya tanggung jawab beliau, maka kiai Yahya juga dipercaya oleh pengasuh untuk menjabat sebagai lurah pondok ( kepala pondok ) untuk beberapa tahun. Di pesantren ini kiai Yahya memperoleh pengalaman mengajar dan berorganisasi yang nantinya beliau terapkan untuk mengelola pesantren sendiri.
Atas restu kiai Ihsan, akhirnya pada tahun 1930, kiai Yahya boyong dari pesantren Jampes kembali ke kota kelahirannya di Malang. Pada tahun yang sama, kiai Yahya diambil menantu oleh kiai Isma’il, dan dikawinkan dengan putri angkat beliau yang bernama Siti Chodijah. Kiai Isma’il mengambil putri angkat dari kemenakan beliau sendiri,yaitu kiai Abdul Majid. Kedua ulama’ ini merupakan pengasuh generasu kedua pada Pondok Pesantren Gadingkasri Malang, nama Pondok Pesantren Miftahul Huda saat itu yang kemudian lebih dikenal dengan Pondok Gading
Pasangan kiai Yahya dan nyai Chodijah benar-benar membangun mahligai rumah tangga. Baru lima tahun setelah akad nikah, tepatnya pada tahun 1935 kiai Abdul Majid dan kiai Isma’il wafat. Dan milai tahun itu pula, kiai Yahya mengemban tugas ganda, baik sebagai pengasuh pesantren maupun sebagai kepala keluarga

Minggu, 22 Juli 2012

Keutamaan Sholat Tarawih

Menurut riwayat Al-Muslim “Semua amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya, setiap kebaikan 10 kali lipat, hingga 700 kali lipat, kecuali puasa. Akulah (Allah) yang membalasnya, sebab ia meninggalkan syahwat dan makan minumnya hanya karena Aku, dan baginya ada dua kegembiraan pertama ketika berbuka dan kedua ketika berjumpa Tuhannya. Sungguh bau mulutnya bagi Allah melebihi harumnya kasturi.”
Berikut fadhilah – fadhilah (keutamaan) Shalat Tarawih yang disabdakan Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Tholib RA yang dikutip dari Kitab : Durrotun Nashihin Hal : 18 -19.
Malam ke – 1
:
Siapa yang shalat tarawih pada malam pertama dihapus dosa seorang mu’min seperti ketika ia dilahirkan.
Malam ke – 2
:
Shalat tarawih pada malam kedua diampuni dosa dirinya dan kedua orang tuanya, jika keduanya mu’min.
Malam ke – 3
:
Semua malaikat yang berada di bawah Arsy menyeru, “Perbanyaklah amalmu….!!!
Malam ke – 4
:
Allah akan memberikat pahala sebagaimana pahala orang yang membaca Taurat, Injil, Zabur juga Al Qur’an.
Malam ke – 5
:
Allah SWT memberinya pahala seperti pahala Sholat di Masjidil Haram, Masjid Madinah dan Masjid Aqsho.
Malam ke – 6
:
Allah SWT memberinya pahala Thawaf di Baitul Makmur dan dimintakan ampun baginya oleh setiap batu, pasir dan benda yang berada disana.
Malam ke – 7
:
Seakan – akan ia hidup pada zaman Nabi Musa AS dan membelanya dari Fir’aun & Hamman.
Malam ke – 8
:
Allah SWT memberinya pahala seperti pahala apa yang diberikan kepada Nabi Ibrohim AS.
Malam ke – 9
:
Seakan – akan ia telah beribadah kepada Allah SWT seperti ibadahnya Nabi Muhammad SAW.
Malam ke – 10
:
Allah SWT memberinya Rizki dan kebaikan di dunia dan akhirat.
Malam ke – 11
:
Apabila ia meninggal dunia, seperti dilahirkan dari ibunya.
Malam ke – 12
:
Ia datang pada hari kiamat dengan wajah berseri – seri seperti bulan purnama.
Malam ke – 13
:
Ia datang pada hari kiamat, selamat dari kejahatan (kejelekan)
Malam ke – 14
:
Malaikat menyaksikan bahwa pada sesungguhnya orang tersebut telah Sholat Tarawih maka pada hari kiamat kelak Allah SWT tidak akan menghisabnya.
Malam ke – 15
:
Malaikat penopang Arsy dan kursi membaca sholawat untuknya.
Malam ke – 16
:
Allah SWT mencatat baginya akan dibebaskan dari dari api neraka dan masuk surga.
Malam ke – 17
:
Diberikannya pahala seperti pahala para Nabi.
Malam ke – 18
:
Ia dipanggil oleh malaikat, “Hai hamba Allah, ketahuilah bahwa Allah meridloimu & kedua orang tuamu”.
Malam ke – 19
:
Allah mengangkat derajatnya hingga derajat orang – orang yang ada di surga firdaus.
Malam ke – 20
:
Dia diberi pahala para syuhada’ & orang – orang sholeh.
Malam ke – 21
:
Allah SWT membuatkan baginya sebuah istana di surga dari cahaya.
Malam ke – 22
:
Pada hari kiamat nanti, selamat dari kesulitan dan kesusahan.
Malam ke – 23
:
Allah SWT membangun baginya sebuah kota di surga.
Malam ke – 24
:
Dua puluh empat (24) permintaanya dikabulkan Allah SWT.
Malam ke – 25
:
Allah SWT mengangkatnya dari siksa kubur.
Malam ke – 26
:
Allah SWT mengangkat baginya pahala empat puluh tahun (40 th)
Malam ke – 27
:
Ia akan melewati jembatan Shorotul Mustaqim pada hari kiamat kelak seperti kilat menyambar.
Malam ke – 28
:
Allah SWT mengangkat baginya seribu (1000) derajat di surga.
Malam ke – 29
:
Allah SWT akan mengkaruniakan kepadanya pahala seribu haji yang mabrur.
Malam ke – 30
:
Allah SWT akan memberi penghormatan kepada orang yang bertarawih pada malam terakhir dengan firman-Nya (yang bermaksud) : “Wahai Hambaku, …! makanlah segala jenis buah – buahan yang engkau inginkan untuk dimakan di dalam surga dan mandilah kamu di dalam sungai yang bernama salsabil serta minumlah air dari telaga yang dikaruniakan kepada Nabi Muhammad SAW bernama Al-Kautsar.
TAg dari : http://filsafat.kompasiana.com

Rabu, 11 Juli 2012

Tokoh KH MUNTAHA AL-HAFIDH Pecinta Al-Qur’an Sepanjang Hayat

Kecintaan Allahuyarham Mbah Muntaha sapaan akrab KH. Muntaha Al-Hafizh Kalibebeber Wonosobo terhadap Al-Qur’an tak dapat diragukan lagi. Hampir seluruh usianya dihabiskan untuk menyebarkan dan menghidupkan Al-Qur’an.
Yang Paling monumental adalah gagasannya membuat mushaf Al-Qur’an Akbar (Al-Qur’an Raksasa) dengan tinggi 2 meter, lebar 3 meter dan berat 1 kuintal lebih. Sebuah karya mahaagung yang sempat dikala itu diusulkan masuk ke Guiness Book Of Record.

KH Muntaha al-Hafizh lahir di desa Kalibeber kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo dan wafat di RSU Tlogorejo Semarang, Rabu 29 Desember 2004 dalam usia 94 tahun. Ada beberapa keterangan berbeda tentang kapan tepatnya Mbah Muntaha Lahir.

Pertama, ada yang mengatakan Kiai Muntaha lahir pada tahun 1908. Kedua, ada pula yang menyatakan bahwa Kiai Muntaha lahir pada tahun 1912. Hal ini didasarkan pada dokumentasi pada KTP / Paspor dan surat-surat keterangan lainnya, Mbah Muntaha lahir pada tanggal 9 Juli 1912.

Ayahanda Kiai Muntaha adalah putra ketiga dari pasangan KH. Asy’ari dan Ny. Safinah. Sebelum Kiai Muntaha, telah lahir dua kakaknya, yakni Mustaqim dan Murtadho.

Sejak kecil hingga dewasa, Kiai Muntaha menimba banyak ilmu dari sejumlah Kiai Pesantren. Sebelum itu, Kiai Muntaha mendapat didikan langsung dari kedua orang tuanya, KH. Asy’ari dan Ny. Safinah.

Lahir dalam keluarga Pesantren, Kiai Muntaha banyak memperoleh didikan berharga dari Ayah dan Ibundanya seperti membaca Al-Qur’an dan ilmu-ilmu keislaman.   Kedua orang tuanya memang dikenal sangat telaten dan sabar dalam mendidikan putra-putrinya.


Selanjutnya dari Kalibeber, Kiai Muntaha memulai perjalanan menuntut ilmunya ke berbagai Pesantren di tanah air. Kiai Muntaha sebagaimana umunya santri dizaman itu berkenala untuk mencari ilmu dari Pesantren ke Pesantren berikutnya.

Ada satu hal sangat menarik berkaitdan dengan proses pencarian ilmu Kiai Muntaha saat masih muda. Ketika Kiai Muntaha berangkat menuntut ilmu ke Pesantren Kaliwungu, Pesantren Krapyak, dan Pesantren Termas, ia selalu menempuh perjalanan dengan cara berjalan kaki. Melakukan riyadhah demi mencari ilmu semacam itu dilakukan Kiai Muntaha dengan niatan ikhlas demi memperoleh keberkahan ilmu.

Di setiap melakukan perjalanan menuju Pesantren, Kiai Mutaha selalu memanfaatkan waktu sambil mengkhatamkan Al-Qur’an saat beristirahat untuk melepas lelah. Kisah ini menunjukkan kemauan keras dan motivasi spiritual yang tinggi yang dimiliki Kiai Muntaha dalam mencari ilmu.

Setelah berkenalan dari berbagai Pesantren, Kiai Muntaha kembali ke Kalibeber pada tahun 1950. Ia kemudian meneruskan kepemimpinan ayahnya dalam mengembangkan Al- Asy’ariyyah di desa kelahirannya, Kalibeber, Wonosobo.Di bawah kepemimpinan Mbah Muntaha inilah, Al-Asy’ariyyah berkembang pesat. Berbagai kemajuan signifikan terjadi masa ini.

Dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, KH. Muntaha adalah pribadi yang bersahaja. Mbah Muntaha sangat sayang kepada keluarga, santri dan juga para tetangga, serta masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.


Pecinta Al-Qur’an Sepanjang Hayat
Kecintaan Kiai Muntaha terhadap Al-Qur’an sebenarnya berawal dari kecintaan ayahandanya , Kiai Asy’ari terhadap Al-Qur’an. Dalam usia relatif muda yakni 16 tahun, Kiai Muntaha telah menjadi hafizh Al-Qur’an.

Hampir seluruh hidup Mbah Muntaha didedikasikan untuk mengamalkan dan mengajarkan nilai-nilai Al-Qur’an kepada para santrinya dan juga pada masyarakat umumnya.

Dalam kesehariannya, Mbah Muntaha selalu mengajar para santri yang menghafalkan Al-Qur’an. Para santri selalu tertib dan teratur satu per satu memberikan setoran hafalan kepada Kiai Muntaha. Mbah Muntaha  selalu berjuang untuk menanamkan nilai-nilai Al-Qur’an kepada santri-santrinya.

Sepanjang hidup Mbah Muntaha, Al Qur’an senantiasa menjadi pegangan utama dalam mengambil  berbagai keputusan, sekaligus menjadi media bermunajat kepada Allah Swt. Mbah Muntaha tidak pernah mengisi waktu luang kecuali dengan Al-Qur’an.

Sering Kiai Muntaha mebaca wirid atau membaca ulang hafalan Al-Qur’an di pagi hari seraya berjemur. Menurutnya, wirid dan dzikir yang paling utama adalah membaca Al-Qur’an. Itulah sebabnya, Kiai Muntaha menasehati para santri untuk mengkhatamkan Al-Qur’an paling tidak seminggu sekali.

Kecintaan Kiai Muntaha terhadap Al-Qur’an juga diwujudkan melalui pengkajian tafsir Al-Qur’an, dengan menulis tafsir maudhu’i atau tafsir tematik yang dikerjakan oleh sebuah tima yang diberi nama Tima Sembilan yang terdiri dari sembilan orang ustadz di Pesantren Al-Asy’ariyyah dan para dosen di Institut Ilmu Al-Qur’an (sekarang UNSIQ) Wonosobo. Gagasan Kiai Muntaha tentang penulisan tafsir ini mengandurng maksud untuk menyebarkan nilai-nilai Al-Qur’an kepada masyarakat luas.


Dan puncak realisasi kecintaan Kiai Muntaha terhadap Al-Qur’an ditunjukkan dengan perealisasian idenya tentang penulisan Al-Qur’an dalam ukuran raksasa yang sering disebut dengan Al-Qur’an akbar utuh 30 juz.

Al-Qur’an akbar itu ditulis oleh dua santri Al-Asy’ariyyah yang juga mahasiswa IIQ yaitu H. Hayatuddin dari Grobogan dan H. Abdul Malik dari Yogyakarta.  Ketika penulisan Al-Qur’an akbar yang kertasnya merupakan bantuan dari Menteri Penerangan (H. Harmoko di kala itu) itu selesai, Al-Qur’an itu pun diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia di istana negara.

Mungkin Kiai Muntaha melihat banyak orang Islam telah meninggalkan Al-Qur’an, atau bahkan sama sekali tidak mau membaca Al-Qur’an, sehingga Mbah Muntaha tidak henti-hentinya menasehati anggota Hufadz wa Dirasatal Qur’an (YJHQ) untuk terus memasyarakatkan Al-Qur’an. Dakwah serupa juga selalu Mbah Muntaha sampaikan saat Beliau berkunjung ke berbagai belahan dunia seperti Turki, Yordania, Mesir dan lain sebagainya.


Dari hal-hal yang sudah disebutkan, menjadi jelas bahwa sosok dan pribadi Kiai Muntaha al-Hafidz adalah sosok sosok yang sangat mencintai Al-Qur’an secara fisik maupu nbatin. Seluruh hidupnya diperuntukkan untuk berdakwah menyebarkan nilai-nilai Al-Qur’an ke masyarakat.

sumber: www.nu.or.id

Jumat, 29 Juni 2012

Habib Muhammad Luthfi bin Yahya


Maulana Habib dilahirkan di Pekalongan pada hari Senin, pagi tanggal 27 Rajab tahun 1367 H. Bertepatan tanggal 10 November, tahun 1947 M. Dilahirkan dari seorang syarifah, yang memiliki nama dan nasab: sayidah al Karimah as Syarifah Nur binti Sayid Muhsin bin Sayid Salim bin Sayid al Imam Shalih bin Sayid Muhsin bin Sayid Hasan bin Sasyid Imam ‘Alawi bin Sayid al Imam Muhammad bin al Imam ‘Alawi bin Imam al Kabir Sayid Abdullah bin Imam Salim bin Imam Muhammad bin Sayid Sahal bin Imam Abd Rahman Maula Dawileh bin Imam ‘Ali bin Imam ‘Alawi bin Sayidina Imam al Faqih al Muqadam bin ‘Ali Bâ Alawi.

Sementara nasab beliau dari jalur ayah:
  • Rasulullah Muhammad SAW
  • Sayidatina Fathimah az-Zahra + Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
  • Imam Husein ash-Sibth
  • Imam Ali Zainal Abiddin
  • Imam Muhammad al-Baqir
  • Imam Ja’far Shadiq
  • Imam Ali al-Uraidhi
  • Imam Muhammad an-Naqib
  • Imam Isa an-Naqib ar-Rumi
  • Imam Ahmad Al-Muhajir
  • Imam Ubaidullah
  • Imam Alwy Ba’Alawy
  • Imam Muhammad
  • Imam Alwy
  • Imam Ali Khali Qasam
  • Imam Muhammad Shahib Marbath
  • Imam Ali
  • Imam Al-Faqih al-Muqaddam Muhammd Ba’Alawy
  • Imam Alwy al-Ghuyyur
  • Imam Ali Maula Darrak
  • Imam Muhammad Maulad Dawileh
  • Imam Alwy an-Nasiq
  • Al-Habib Ali
  • Al-Habib Alwy
  • Al-Habib Hasan
  • Al-Imam Yahya Ba’Alawy
  • Al-Habib Ahmad
  • Al-Habib Syekh
  • Al-Habib Muhammad
  • Al-Habib Thoha
  • Al-Habib Muhammad al-Qodhi
  • Al-Habib Thoha
  • Al-Habib Hasan
  • Al-Habib Thoha
  • Al-Habib Umar
  • Al-Habib Hasyim
  • Al-Habib Ali
  • Al-Habib Muhammad Luthfi
Masa Pendidikan
Pendidikan pertama Maulana Habib Luthfi diterima dari ayahanda al Habib al Hafidz ‘Ali al Ghalib. Selanjutnya beliau belajar di Madrasah Salafiah. Guru-guru beliau di Madrasah itu diantaranya:
  • Al Alim al ‘Alamah Sayid Ahmad bin ‘Ali bin Al Alamah  al Qutb As Sayid ‘Ahmad bin Abdullah bin Thalib al Athas
  • Sayid al Habib al ‘Alim Husain bin Sayid Hasyim bin Sayid Umar bin Sayid Thaha bin Yahya (paman beliau sendiri)
  • Sayid al ‘Alim Abu Bakar bin Abdullah bin ‘Alawi bin Abdullah bin Muhammad al ‘Athas Bâ ‘Alawi
  • Sayid ‘Al Alim Muhammad bin Husain bin Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.
Beliau belajar di madrasah tersebut selama tiga tahun.

Perjalanan Ilmiah

Selanjutnya pada tahun 1959 M, beliau melanjutkan studinya ke pondok pesantren Benda Kerep, Cirebon. Kemudian Indramayu, Purwokerto dan Tegal. Setelah itu beliau melaksanakan ibadah haji serta menjiarahi datuknya Rasulullah Saw., disamping menimba ilmu dari ulama dua tanah Haram; Mekah-Madinah. Beliau menerima ilmu syari’ah, thariqah dan tasawuf dari para ulama-ulama besar, wali-wali Allah yang utama, guru-guru yang penguasaan ilmunya tidak diragukan lagi.

Dari Guru-guru tersebut beliau mendapat ijazah Khas (khusus), dan juga ‘Am (umum) dalam Da’wah dan nasyru syari’ah (menyebarkan syari’ah), thariqah, tashawuf, kitab-kitab hadits, tafsir, sanad, riwayat, dirayat, nahwu, kitab-kitab tauhid, tashwuf, bacaan-bacaan aurad, hizib-hizib, kitab-kitab shalawat, kitab thariqah, sanad-sanadnya, nasab, kitab-kitab kedokteran. Dan beliau juga mendapat ijazah untuk membai’at.

Silsilah Thariqah dan Baiat:

Al Habib Muhammad Luthfi Bin Ali Yahya mengambil thariqah dan hirqah Muhammadiah dari para tokoh ulama. Dari guru-gurunya beliau mendapat ijazah untuk membaiat dan menjadi mursyid. Diantara guru-gurunya itu adalah:

Thariqah Naqsyabandiah Khalidiyah dan Syadziliah al ‘Aliah

Dari Al Hafidz al Muhadits al Mufasir al Musnid al Alim al Alamah Ghauts az Zaman Sayidi Syekh Muhammad Ash’ad Abd Malik bin Qutb al Kabir al Imam al Alamah Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin Ali bi Hamid
  • Sanad Naqsyabandiayah  al Khalidiyah:
Sayidi Syekh ash’ad Abd Malik dari bapaknya Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin Ali bi Hamid dari Quth al Kabir Sayid Salaman Zuhdi dari Qutb al Arif Sulaiman al Quraimi dari Qutb al Arif Sayid Abdullah Afandi dari Qutb al Ghauts al Jami’ al Mujadid Maulana Muhammad Khalid sampai pada Qutb al Ghauts al Jami’ Sayidi Syah Muhammad Baha’udin an Naqsyabandi al Hasni.
  • Syadziliyah :
Dari Sayidi Syekh Muhammad Ash’Ad Abd Malik dari al Alim al al Alamah Ahmad an Nahrawi al Maki dari Mufti Mekah-Madinah al Kabir Sayid Shalih al Hanafi ra.

Thariqah al ‘Alawiya al ‘Idrusyiah al ‘Atha’iyah al Hadadiah dan Yahyawiyah:
  • Dari al Alim al Alamah Qutb al Kabir al Habib ‘Ali bin Husain al ‘Athas.
  • Afrad Zamanihi Akabir Aulia al Alamah al habib Hasan bin Qutb al Ghauts Mufti al kabir al habib al Iamam ‘Utsman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Bâ ‘Alawi.
  • Al Ustadz al kabir al Muhadits al Musnid Sayidi al Al Alamah al Habib Abdullah bin Abd Qadir bin Ahmad Bilfaqih Bâ ‘Alawi.
  • Al Alim al Alamah al Arif billah al Habib Ali bin Sayid Al Qutb Al Al Alamah Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.
  • Al Alim al Arif billah al Habib Hasan bin Salim al ‘Athas Singapura.
  • Al Alim al Alamah al Arif billah al Habib Umar bin Hafidz bin Syekh Abu Bakar bin Salim Bâ ‘Alawi.
Dari guru-guru tersebut beliau mendapat ijazah menjadi mursyid, hirqah dan ijazah untuk baiat, talqin dzikir khas dan ‘Am.

Thariqah Al Qadiriyah an Naqsyabandiyah:
  • Dari Al Alim al Alamah tabahur dalam Ilmu syaria’at, thariqah, hakikat dan tashawuf Sayidi al Imam ‘Ali bin Umar bin Idrus bin Zain bin Qutb al Ghauts al Habib ‘Alawi Bâfaqih Bâ ‘Alawi Negara Bali.  Sayid Ali bin Umar dari Al Alim al Alamah Auhad  Akabir Ulama Sayidi Syekh Ahmad Khalil bin Abd Lathif Bangkalan. ra.
Dari kedua gurunya itu, al Habib Muhammad Luthfi mendapat ijazah menjadi mursyid, hirqah, talqin dzikir dan ijazah untuk bai’at talqin.

Jami’uthuruq (semua thariqat) dengan sanad dan silsilahnya:

Al Imam al Alim al Alamah al Muhadits al Musnid al Mufasir Qutb al Haramain Syekh Muhammad al Maliki bin Imam Sayid Mufti al Haramain ‘Alawi bin Abas al Maliki al Hasni al Husaini Mekah.

Dari beliau, Maulana Habib Luthfi mendapat ijazah mursyid, hirqah, talqin dzikir, bai’at khas, dan ‘Am, kitab-kitab karangan syekh Maliki, wirid-wirid, hizib-hizib, kitab-kitab hadis dan sanadnya.

Thariqah Tijaniah:
  • Al Alim al Alamah Akabir Aulia al Kiram ra’su al Muhibin Ahli bait Sayidi Sa’id bin Armiya Giren Tegal. Kiyai Sa’id menerima dari dua gurunya; pertama Syekh’Ali bin Abu Bakar Bâsalamah. Syekh Ali bin Abu Bakar Bâsalamah menerima dari Sayid ‘Alawi al Maliki. Kedua Syekh Sa’id menerima langsung dari Sayid ‘Alawi al Maliki.
Dari Syekh Sa’id bin Armiya itu Maulana Habib Luthfi mendapat ijazah, talqin dzikir, dan menjadi mursyid dan ijazah bai’at untuk khas dan ‘am.

Kegiatan-kegiatan Maulana Habib:
  • Pengajian Thariqah tiap jum’at Kliwon pagi (Jami'ul Usul thariq al Aulia).
  • Pengajian Ihya Ulumidin tiap Selasa malam.
  • Pengajian Fath Qarib tiap Rabu pagi(husus untuk ibu-ibu)
  • Pengajian Ahad pagi, pengajian thariqah husus ibu-ibu.
  • Pengajian tiap bulan Ramadhan (untuk santri tingkat Aliyah).
  • Da’wah ilallah berupa umum di berbagai daerah di Nusantara.
  • Rangakain Maulid Kanzus (lebih dari 60 tempat) di kota Pekalongan dan daerah sekitarnya. Dan kegiatan lainnya.
Jabatan Organisasi:
  • Ra’is ‘Am jam’iyah Ahlu Thariqah al Mu’tabarah an Nahdiyah.
  • Ketua Umum MUI Jawa Tengah dll.

    sumber: http://www.habiblutfiyahya.net